De javu adalah sebuah frasa Prancis dan artinya secara harfiah adalah "pernah lihat". Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para artinya : sejajar, dan mnimi : ingatan.
Menurut para pakar, setidaknya 70% penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini.
Hampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan de javu : sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton. Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.
Keanehan fenomena de javu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa de javu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya dimasa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?
Pada awalnya beberapa ilmuwan beranggapan bahwa de javu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama "optikal pathway delay" ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami de javu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita de javu kronis (orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi). Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena mereka merasa telah telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati penyakitnya, karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya. Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab de javu ke dalam otak dan ingatan kita.
Dibaca :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar